Saling lempar tanggung jawab tak akan
mengenyahkan kartel komoditas pangan. Menteri Pertanian dan Menteri
Perdagangan semestinya segera duduk bersama untuk mencari solusi.
Bea-Cukai juga tak bisa lepas tangan, karena mereka mengawasi barang
impor.
Permainan kartel itu semakin terkuak
setelah Komisi Pemberantasan Korupsi membongkar kasus suap yang
berkaitan dengan impor daging sapi. Komisi ini mengungkapkan, praktek
serupa juga terjadi pada komoditas lain, seperti jagung, kedelai, beras,
gula, dan terigu. Pengusaha bersama pejabat dan politikus memanfaatkan
pembatasan impor pangan itu untuk mengeruk fulus sebanyak-banyaknya.
Impor yang terbatas itu membuka peluang untuk mempermainkan harga.
Inilah yang membuat harga daging di negara kita tidak wajar, bahkan
paling tinggi di dunia. Bayangkan, daging sapi yang diimpor dari
Australia harganya Rp 40 ribu, tapi di sini dijual hingga Rp 90 ribu.
Dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, harga daging sapi
di Indonesia juga dua kali lebih mahal.
Laba yang
dikeruk para pengusaha bisa mencapai puluhan triliun rupiah setiap
tahun. Selama Januari-November tahun lalu, misalnya, Indonesia mengimpor
bahan-bahan pangan utama itu lebih dari 15 juta ton dengan nilai Rp
81,5 triliun. Ini yang menjelaskan pula kenapa importir daging sapi
bersedia menyuap hingga miliaran rupiah buat mendapatkan kuota impor.
Pengusaha juga sering memanfaatkan momen Lebaran dan liburan akhir
tahun sebagai alasan untuk mendongkrak harga pangan semaunya. Berita
bencana yang kadang tak berhubungan pun tak jarang dimanfaatkan untuk
tujuan yang sama. Kenaikan harga seolah menjadi ritual yang lebih pasti
daripada jadwal hari raya itu sendiri.
Permainan kotor
itu bisa dilakukan karena tak ada transparansi sekaligus akurasi soal
data pangan, baik cadangan di dalam negeri maupun data impor. Sapi
anakan dan indukan, bahkan piaraan yang digunakan untuk balapan atau
membajak sawah, juga dihitung sebagai cadangan daging. Data impor daging
sapi pun kerap ditutup-tutupi atau berbeda antara di lapangan dan di
atas kertas.
Jika impor pangan dibebaskan, tentu saja
akan merusak harga produksi dalam negeri. Pemerintah semestinya tetap
bisa membatasi impor tanpa menyuburkan praktek kartel yang merugikan
rakyat. Ini bisa dihindari bila pemerintah mengawasi betul proses
pemberian kuota hingga komoditas pangan itu masuk ke negeri ini.
Masalahnya, pengawasan impor pangan melibatkan banyak instansi.
Kementerian Pertanian berwenang membagi kuota impor kepada pengusaha.
Adapun proses impor diawasi oleh Kementerian Perdagangan. Data mengenai
barang impor pun sering tidak sesuai dengan jumlah barang yang masuk
lewat Bea-Cukai.
Pejabat semestinya segera membenahi
mekanisme yang bolong dalam pengadaan pangan, dan bukan malah
memanfaatkannya untuk korupsi atau berkongkalikong dengan importir.
Praktek kotor ini hanya menyuburkan kartel yang merugikan rakyat.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan pemerintah seharusnya sudah tahu bahwa ada perusahaan besar yang mempermainkan pasokan bahan pangan alias kartel. Ulah kelompok industri raksasa itu membikin harga enam harga bahan pangan melambung, termasuk daging sapi akhir-akhir ini.
Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan (LP3E) Ina Primiana menegaskan identitas perusahaan yang melakukan praktik kartel merugikan sudah diketahui. Namun dia heran lantaran pemerintah mendiamkan saja.
"Datanya sudah ada kok di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), tapi karena komisi itu tidak bisa menindak ya begitu akhirnya. Pemerintah juga diam saja, tidak menindaklanjuti laporan itu," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Kamis (7/2).
Komisioner KPPU Munrokhim Misanam membenarkan pihaknya memiliki data perusahaan yang diduga kuat mengendalikan pasokan bahan pangan utama seperti daging sapi, kedelai, dan gula.
"Saya lupa. Tapi contoh dari gula itu, sembilan (diduga kartel) mengerucut jadi enam saja yang menguasai gula di seluruh Indonesia," ungkapnya.
Namun untuk kartel daging, dia enggan berkomentar. Misanam juga mengelak saat ditanya apakah direksi Indoguna Utama yang dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) termasuk kartel. "Saya no comment soal itu," ujarnya singkat.
KPPU menyatakan solusi agar praktik kartel merugikan konsumen hilang dalam jangka pendek, pemerintah wajib terbuka saat proses penentuan importir dan kuota impor.
"Jelas ini harus open bidding pengadaan impor itu sehingga kawan-kawan dari Kadin ini bisa ikut semua, tidak tertutup. Ini kan tidak transparan kalau tertutup begini," kata Misanam.
Selain itu, dia mengkritik data Kementan soal ketersediaan sapi potong yang tidak akurat. Imbasnya keputusan pemerintah mengurangi kuota impor daging malah menyebabkan kerugian bagi konsumen.
LP3E Kadin mencatat enam bahan pangan utama diduga dikuasai jaringan kartel. Itu sebabnya tren harga daging sapi, gula, atau kedelai terus naik sejak 2009 sampai sekarang. Importir bahan pangan itu diduga mengambil untung lebih dari 30 persen.
Kadin memperkirakan untuk setiap importasi bahan pangan, misalnya sapi, per kilogram para importir mendapat fee Rp 1.000. Maka aksi kartel selama setahun mendatangkan untung Rp 11,3 triliun.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan pemerintah seharusnya sudah tahu bahwa ada perusahaan besar yang mempermainkan pasokan bahan pangan alias kartel. Ulah kelompok industri raksasa itu membikin harga enam harga bahan pangan melambung, termasuk daging sapi akhir-akhir ini.
Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan (LP3E) Ina Primiana menegaskan identitas perusahaan yang melakukan praktik kartel merugikan sudah diketahui. Namun dia heran lantaran pemerintah mendiamkan saja.
"Datanya sudah ada kok di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), tapi karena komisi itu tidak bisa menindak ya begitu akhirnya. Pemerintah juga diam saja, tidak menindaklanjuti laporan itu," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Kamis (7/2).
Komisioner KPPU Munrokhim Misanam membenarkan pihaknya memiliki data perusahaan yang diduga kuat mengendalikan pasokan bahan pangan utama seperti daging sapi, kedelai, dan gula.
"Saya lupa. Tapi contoh dari gula itu, sembilan (diduga kartel) mengerucut jadi enam saja yang menguasai gula di seluruh Indonesia," ungkapnya.
Namun untuk kartel daging, dia enggan berkomentar. Misanam juga mengelak saat ditanya apakah direksi Indoguna Utama yang dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) termasuk kartel. "Saya no comment soal itu," ujarnya singkat.
KPPU menyatakan solusi agar praktik kartel merugikan konsumen hilang dalam jangka pendek, pemerintah wajib terbuka saat proses penentuan importir dan kuota impor.
"Jelas ini harus open bidding pengadaan impor itu sehingga kawan-kawan dari Kadin ini bisa ikut semua, tidak tertutup. Ini kan tidak transparan kalau tertutup begini," kata Misanam.
Selain itu, dia mengkritik data Kementan soal ketersediaan sapi potong yang tidak akurat. Imbasnya keputusan pemerintah mengurangi kuota impor daging malah menyebabkan kerugian bagi konsumen.
LP3E Kadin mencatat enam bahan pangan utama diduga dikuasai jaringan kartel. Itu sebabnya tren harga daging sapi, gula, atau kedelai terus naik sejak 2009 sampai sekarang. Importir bahan pangan itu diduga mengambil untung lebih dari 30 persen.
Kadin memperkirakan untuk setiap importasi bahan pangan, misalnya sapi, per kilogram para importir mendapat fee Rp 1.000. Maka aksi kartel selama setahun mendatangkan untung Rp 11,3 triliun.
Supplier Kacang lokal butuh modal cuma 10jt aja gan provit cuma 300rb/bln yg penting lancar wa 0895342599026
BalasHapusSupplier Kacang lokal butuh modal cuma 10jt aja gan provit cuma 300rb/bln yg penting lancar wa 0895342599026
BalasHapus