Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan potensi kartel
pangan nasional mencapai Rp11,3 triliun dari total impor pangan sebesar
Rp90 triliun.
"Kita 'highlight' ada di enam komoditas pangan yang berpotensi punya praktik kartel. Dari enam saja sudah bisa diperkirakan mencapai Rp11 triliun," kata Wakil Ketua Umum Bidang Pemberdayaan Daerah Tertinggal/Bulog Natsir Mansyur dalam diskusi mengenai kartel pangan di Jakarta, Kamis (7/2/2013).
Natsir mengatakan perkiraan nilai itu didapat jika perusahaan mengambil keuntungan minimal, yakni sekitar Rp1.000 per kilogram.
Menurut dia, produksi dalam negeri yang mengalami kekurangan membuat pemerintah membuka keran impor pangan seperti daging sapi, ayam, gula, kedelai, jagung dan beras.
Potensi keuntungan praktik kartel pangan yang besar itu, menurut peneliti Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Ina Primiana, mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan.
"Dalam hal ini, gula misalnya, daging misalnya, jelas ini harus open bidding (lelang terbuka) pengadaan impor itu sehingga kawan-kawan dari KADIN ini bisa ikut semua, tidak tertutup. Ini kan tidak transparan kalau tertutup begini," jelas salah seorang Komisioner KPPU, Munrokhim Misanam, usai jumpa pers di Menara KADIN, Jakarta, Kamis (7/2).
Dengan perspektif yang dimiliki saat ini, KPPU berharap persaingan usaha dapat terlindungi dan melalui open bidding-lah salah satu caranya.
Selain open bidding, KPPU juga menyarankan agar pengawasan serta pengawasan.
"Pengawasan lah, KPPU sekarang pencegahan, melakukan kajian itu kemudian kalau terjadi indikasi ke arah sana (tidak transparan) kita ingatkan. Kalau masih bandel, kita lakukan tindakan. Tapi kita pendekatannya adalah pengawasan untuk pencegahan," tutupnya.
"Kita 'highlight' ada di enam komoditas pangan yang berpotensi punya praktik kartel. Dari enam saja sudah bisa diperkirakan mencapai Rp11 triliun," kata Wakil Ketua Umum Bidang Pemberdayaan Daerah Tertinggal/Bulog Natsir Mansyur dalam diskusi mengenai kartel pangan di Jakarta, Kamis (7/2/2013).
Natsir mengatakan perkiraan nilai itu didapat jika perusahaan mengambil keuntungan minimal, yakni sekitar Rp1.000 per kilogram.
Menurut dia, produksi dalam negeri yang mengalami kekurangan membuat pemerintah membuka keran impor pangan seperti daging sapi, ayam, gula, kedelai, jagung dan beras.
Potensi keuntungan praktik kartel pangan yang besar itu, menurut peneliti Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Ina Primiana, mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan.
"Dalam hal ini, gula misalnya, daging misalnya, jelas ini harus open bidding (lelang terbuka) pengadaan impor itu sehingga kawan-kawan dari KADIN ini bisa ikut semua, tidak tertutup. Ini kan tidak transparan kalau tertutup begini," jelas salah seorang Komisioner KPPU, Munrokhim Misanam, usai jumpa pers di Menara KADIN, Jakarta, Kamis (7/2).
Dengan perspektif yang dimiliki saat ini, KPPU berharap persaingan usaha dapat terlindungi dan melalui open bidding-lah salah satu caranya.
Selain open bidding, KPPU juga menyarankan agar pengawasan serta pengawasan.
"Pengawasan lah, KPPU sekarang pencegahan, melakukan kajian itu kemudian kalau terjadi indikasi ke arah sana (tidak transparan) kita ingatkan. Kalau masih bandel, kita lakukan tindakan. Tapi kita pendekatannya adalah pengawasan untuk pencegahan," tutupnya.
Wakil Ketua Umum
Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Pemberdayaan Daerah
Tertingga/BULOG Natsir Mansyur mengatakan banyak pengusaha mempermainkan
komoditas pangan Indonesia. Permainan ini terjadi lantaran
ketidakseimbangan antara supply dan demand. Namun, Natsir tidak menyebutkan pengusaha tersebut. Pendapat ini mengamini dugaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan dugaan kartel dibalik kelangkaan daging sapi.
Natsir menyebutkan beberapa komoditas
yang berpotensi ada permainan kartel di baliknya. Komoditas tersebut di
antaranya adalah daging sapi. Perkiraan kartel yang terjadi di sektor
ini mencapai Rp340 miliar.
Selain daging sapi, komoditas lain
adalah daging ayam, gula, kedelai, jagung, dan beras. Permainan kartel
yang terjadi di enam komoditas ini mencapai Rp11,34 triliun. Namun,
Natsir mengatakan data-data ini masih diperlukan perhitungan akademik
yang lebih akurat.
“Komoditas memang masih dipermainkan,” paparnya dalam diskusi publik mengenai kartel pangan di Jakarta, Kamis (7/2).
Pernyataan Natsir juga diperkuat oleh
Kadin Jawa Timur. Ada banyak pemain-pemain kartel dalam komoditas
pangan, seperti daging sapi. Begitu juga halnya dengan KADIN Sumatera
Selatan. Kadin Sumatera Selatan juga meyakini adanya permainan kartel
dalam krisis daging sapi ini.
Senada dengan Natsir, Peneliti Lembaga
Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin, Ina
Primiana mengatakan sejumlah produk pangan lokal kerap mengalami praktik
kartel. Praktik inilah yang diduga mengendalikan harga, stok, dan
pasokan pangan.
Keyakinan terhadap adanya potensi
kartel, Ina mengatakan kartel tidak sulit dibuktikan. Cukup dengan
melakukan perbandingan harga dengan negara lain. Menurutnya, harga
daging yang dijual di pasar Indonesia terjadi peningkatan harga yang
signifikan dan sangat mahal dibandingkan dengan harga asalnya.
Lebih lagi, selain dilihat dari
perbandingan harga, Ina juga telah mengetahui perusahaan-perusahaan yang
diduga melakukan kartel. Namun, pemerintah juga tidak bertindak.
Merujuk pada hal tersebut, Ina juga
mengingatkan semua pihak untuk lebih memperhatikan KPPU, terkait
permainan kartel. Ketika KPPU telah berteriak ada kartel, para pihak
seharusnya dengan sigap menindaklanjuti laporan tersebut.
"KPPU harus lebih didengar. Tidak dibiarkan seperti yang terjadi akhir-akhir ini," pungkas Ina.
Menanggapi komentar Ina, Komisioner KPPU
Munrokhim Misanam mengatakan pihaknya telah melaporkan
perusahaan-perusahaan yang diduga melakukan permainan kartel. Namun,
laporan tersebut belum ditindaklanjuti pemerintah. Sayangnya, Munrokhim
tidak dapat mengingat perusahaan apa saja yang turut bermain.
“Dari sembilan bendera, ada enam bendera yang kartel. Tapi ga hafal saya,” ucapnya ketika ditanya wartawan dalam kesempatan yang sama, Kamis (7/2).
Adapun langkah strategis yang akan
dilakukan KPPU dalam menindak lanjuti indikasi kartel adalah mendorong
dilakukannya tender yang transparan terkait pengadaan impor pangan,
termasuk daging sapi. Pengadaan impor tersebut harus dilakukan open bidding agar persaingan usaha dapat berlangsung secara adil.
Langkah lain adalah perlunya pengawasan
ekstra terhadap berbagai komoditas. Jika dalam pengawasan tersebut masih
terdapat perusahaan yang melakukan kartel meski telah diingatkan, KPPU
akan segera melakukan tindakan tegas.
"Kalau masih bandel, kita lakukan tindakan. Tapi pendekatannya adalah pengawasan untuk pencegahan,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar