Ada Kartel di Semua Lini Usaha

Jakarta - - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah menginjak usia ke-12 tahun namun perkembangannya dirasa masih lambat, terutama dari sisi perlawanan terhadap kartel. Fakta menunjukkan bahwa hampir semua lini usaha berpotensi besar ditunggangi kartel.

Menurut ketua KPPU Tadjuddin Noer Said, 10 – 20% pelaku usaha di Indonesia melakukan konglomerasi. “Kartel ini mengendalikan harga pasar. Mereka adalah jawaban atas tidak seimbangnya pertumbuhan pesat ekonomi Indonesia dengan pendapatan per kapita penduduknya. Kartel membuat ekonomi negara tidak sehat,” kata Tadjuddin.

Lebih gawatnya lagi, masyarakat tidak mengetahui aksi para kartel selama ini. Padahal kartel adalah salah satu penyebab berkurangnya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. “Masyarakat tidak memahami kartel, makanya selama ini tidak pernah protes kalau membeli sesuatu dengan harga mahal. Parahnya kalau hal ini sudah dianggap wajar oleh masyarakat,” jelas Tadjuddin.

Contohnya, kartelisasi operator telekomunikasi dalam mematok tarif SMS dulu. Dengan tarif Rp 350 per SMS, kerugian yang dialami rakyat Indonesia mencapai Rp 1.6 trilyun! Demikian juga penetapan harga tarif pesawat oleh asosiasi penerbangan pada tahun 2001 dulu.

Saat itu, mahalnya tiket pesawat membuat pertumbuhan penumpang per tahun hanya ada di kisaran 3-4%. Sejak advokasi KPPU yang didukung oleh kebijakan pemerintah, industri penerbangan dan bandara bangkit lagi. Tiket murah membuat pertumbuhan penumpang melesat 34% dan hal itu bisa dilihat dengan padatnya bandara-bandara di seluruh Indonesia.

KPPU memang gencar menjalankan komitmennya memberantas kartel baik di tingkat daerah-daerah, nasional bahkan internasional. Namun kembali lagi, keberhasilan ini baru bisa tercapai jika ada gerakan massal. “Harapan saya, rakyat bisa menyadari aksi kartel dan melapor ke KPPU,” ujar Tadjuddin.

Beberapa waktu lalu, sempat marak pembicaraan tentang Indonesia yang berpotensi menjadi negara gagal. “Kalau dari sudut pandang KPPU, kegagalan Indonesia adalah dari segi penerapan hukum persaingan usaha. Yang saya takutkan, kartelisasi ada hubungan istimewa dengan kekuatan politik,” kata Tadjuddin.

Tadjuddin menambahkan, selama ini inisiatif KPPU memberantas kartel tidak diimbangi dukungan pemerintah. “KPPU terbatas dari segi sumber daya dan anggaran sehingga kesulitan dalam membangun sistem karir para staf. Akibatnya, sudah banyak staf KPPU yang bagus-bagus dididik hingga ke luar negeri dan paham betul tentang hukum persaingan usaha malah lari karena ketidakjelasan status dari pemerintah. Dari segi anggaran pun demikian.”

Kartelisasi merupakan salah satu bahasan penting yang diangkat di The 2nd ASEAN High Level Meeting on Competition yang digelar di Yogyakarta, 25-30 Juni 2012 dan dihadiri delegasi negara anggota ASEAN.

Selain kartel, materi penting lain yang diangkat di pertemuan internasional ini adalah rancangan instrumen persaingan usaha ASEAN yakni Manual on Regional Core Competencies. Instrumen ini dibahas sehari setelah The 2nd AHLMC yaitu pada forum The 2nd Workshop on Regional Core Competencies.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar